HIJRAHLAH DARI SISTEM JAHILIAH!
Waktu terus bergulir tidak
terasa umat Muslim segera memasuki Tahun Baru 1446 Hijrah. Ada anjuran mulia dari
agama ini setiap terjadi pergantian waktu, yakni merenungi kondisi diri, baik
secara pribadi maupun sebagai umat: apakah dengan pergantian masa diri kita semakin
baik di hadapan Allah Subhanahu wa ta'ala? Apakah kita semakin taat dan bersungguh-sungguh
menjalankan syariah-Nya? Ataukah kita stagnan alias tidak berkembang? Atau kita
malah semakin menjauh dari petunjuk-Nya dan mengulang kesalahan-kesalahan yang
sama?
Sejarah Penanggalan
Hijrah
Tahun
Baru Hijrah identik dengan peristiwa Hijrah Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Said bin Musayyib radiyallahu anhua. meriwayatkan
bahwa yang mengusulkan peristiwa Hijrah Nabi saw.—yakni saat beliau
meninggalkan negeri syirik (ardh asy-syirki) atau darul kufur (Makkah)
ke Darul Islam (Madinah)—sebagai awal perhitungan kalender Hijrah adalah Ali
bin Abi Thalib radiyallahu anhu. Adapun yang mengusulkan Muharram sebagai awal bulan Tahun Hijrah
adalah Utsman bin Affan radiyallahu anhu. Kemudian hal ini diputuskan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab radiyallahu anhu.
Memang
betul, hijrah ke Madinah baru berlangsung pada bulan Safar. Namun, tekad untuk
berhijrah sudah muncul sejak bulan Muharram. Ini karena pada bulan Dzulhijjah
telah terjadi Peristiwa Baiat Aqabah kedua. Saat itu kaum Muslim dari Madinah
telah menyatakan kesiapan mereka untuk melindungi Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Mereka pun siap
menjadikan negeri mereka (Madinah) sebagai tujuan hijrah dan penegakan
kekuasaan Islam. Sejak saat itu terbagilah wilayah dunia menjadi dua: Darul
Islam (Negara Islam) dengan darul kufr atau dar asy-syirk (negara
kufur/negara syirik).
Berkaitan
dengan hal ini Khalifah Umar bin al-Khaththab radiyallahu anhu. menyatakan alasan Peristiwa Hijrah
Nabi Shallallahu alaihi wasallam. sebagai awal perhitungan kalender bagi kaum Muslim:
بَلْ نُؤَرِّخُ لِمُهاجَرَةِ رَسُوْلِ الله، فَإِنَّ مُهَاجَرَتَهُ فَرْقٌ
بَيْنَ الْحَقِّ وَاْلبَاطِلِ
Akan tetapi, kita akan
menghitung penanggalan berdasarkan Hijrah Rasulullah. Sebabnya, sungguh hijrah
beliau itu telah memisahkan antara kebenaran dan kebatilan (Ibn Al-Atsir, Al-Kâmil Fî
at-Târîkh, 1/3).
Hijrah dan Perubahan
Makkah
yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. dan kaum Muslim adalah negeri yang
menjalankan aturan-aturan jahiliah. Masyarakat Arab jahiliah di Makkah saat itu
mempertahankan sistem kehidupan mereka; syirik, perdukunan dan takhayul,
perjudian, riba, perzinaan, kecurangan dalam perdagangan, ketimpangan ekonomi,
penindasan terhadap perempuan dan kaum dhuafa, serta fanatisme kesukuan, dan lain-lain.
Pada saat
yang sama mereka terus-menerus memusuhi Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Ini karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. mendakwahkan Islam untuk mengubah secara total
peradaban dan aturan-aturan kehidupan kufur saat itu. Beliau membawa aturan
Islam yang berisi penentangan terhadap pelacuran (Quran surat 24: 33), larangan membunuh
bayi perempuan (Quran surat 81: 8-9), pengharaman riba (Quran surat 2: 275-276), larangan curang
dalam perdagangan (Quran surat 83: 1-3), pengharaman miras dan judi (Quran surat 5: 90-91), dan sebagainya.
Tentu dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. berbenturan keras dengan kekuasaan
kaum musyrik Quraisy yang mempertahankan status quo di Makkah dengan sistem
jahiliahnya. Karena itulah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. mulai mendakwahi berbagai kabilah di
luar Makkah dan memohon kepada Allah Subhanahu wa ta'ala agar diberi kekuasaan yang dapat
mengokohkan dakwah Islam.
وَقُلْ رَبِّ
أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ
لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Katakanlah, "Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara
masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dengan cara keluar yang benar, serta
berilah aku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Terjemah Quran surat al-Isra’
[17]: 80).
Jelas, peristiwa Hijrah Nabi Shallallahu alaihi wasallam. bukanlah dalam rangka melarikan
diri atau ber-’uzlah, tetapi demi menegakkan institusi negara yang menjalankan
sistem kehidupan Islam. Madinah akhirnya menjadi Negara Islam pertama sekaligus
titik sentral dakwah dan kekuasaan Islam (nuqthah al-irtikaaz).
Dari
Madinahlah kekuasaan dan dakwah Islam tersebar ke seluruh negeri dan kabilah.
Hingga wafatnya Baginda Nabi Shallallahu alaihi wasallam., kekuasaan Negara Islam telah meliputi
Jazirah Arab. Umat manusia pun berbondong-bondong memeluk Islam karena
menyaksikan kemuliaan dan keadilan ideologi Islam (Lihat: Quran surat an-Nashr [110]:
1-3).
Jahiliah Modern
Hal yang patut diperhatikan oleh umat bahwa
kondisi jahiliah bukanlah terbatas pada zaman dan kondisi tertentu. Jahiliah
adalah sifat yang identik dengan kondisi yang bertentangan dengan ketentuan syariah
Islam. Keadaan ini ternyata terjadi pula hari ini sekalipun di negeri yang
mayoritas Muslim. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ
حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum jahiliah
yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi kaum yang yakin? (Terjemah Quran surat al-Maidah [5]: 50).
As-Sa’di
dalam tafsirnya menjelaskan hukum jahiliah sebagai seluruh hukum yang
menyelisihi apa yang Allah Subhanahu wa ta'ala turunkan kepada Rasul-Nya (As-Sa’di, Taysiir
Kariim ar-Rahmaan, hlm. 226).
Imam al-Hasan
al-Bashri juga mengatakan, “Siapa saja yang berhukum dengan selain hukum
Allah, berarti dia berhukum dengan hukum jahiliah.” (Ibnu Katsir, Tafsiir
al-Qur’aan al-‘Azhiim, 3/120).
Faktanya
hari ini umat hidup dalam sistem jahiliah modern, yakni sistem sekulerisme-liberalisme.
Ajaran Islam dikebiri hanya dalam urusan ibadah, ahlak dan keluarga. Bahkan
akidah umat pun terancam dengan dipaksa untuk menerima paham pluralisme dan
sinkretisme. Contohnya salam lintas agama. Dewan Pengarah Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila (BPIP) Amin Abdullah menyebut fatwa MUI yang mengharamkan
salam lintas agama sebagai ancaman untuk Pancasila. Sama artinya BPIP menempatkan
ajaran Islam sebagai musuh berbahaya di negeri ini.
Kualitas ibadah umat pun jauh dari kata layak. Pada tahun
2018, berdasarkan survei Departemen Kaderisasi Pemuda PP Dewan Masjid Indonesia
(DMI) yang bekerjasama dengan Merial Institute, ditemukan data bahwa hanya 33,6
anak muda yang selalu datang beribadah di masjid setiap hari. DMI juga
mendapatkan data bahwa 65 persen Muslim Indonesia belum bisa membaca al-Quran!
Nilai-nilai sosial di Tanah Air yang berlaku hari ini adalah
hedonisme atau mencari kepuasan fisik dan permisifisme alias serba boleh. Dampaknya,
tingkat perzinaan di Tanah Air terus meningkat, bahkan dilakukan sejak usia
remaja. Pada tahun 2023, BKKBN mencatat bahwa sebanyak 60 persen remaja usia
16-17 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Lalu pada usia 14-15 tahun ada
sebanyak 20 persen dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen. Pada saat yang sama angka
pernikahan dan kelahiran anak secara nasional justru semakin menurun.
Sistem
ekonomi yang diterapkan adalah kapitalisme-liberalisme. Dalam sistem ekonomi
semacam ini produksi dan konsumisi miras justru dibolehkan, riba termasuk pinjol
(pinjaman online) dihalalkan, judol (judi online) dibiarkan, sedangkan rakyat
terus dibebani dengan kenaikan pajak dan pungutan seperti Tapera. Sementara itu
kekayaan alam justru diserahkan kepada swasta dan asing untuk dieksploitasi. Di
sisi lain kesenjangan ekonomi semakin dalam. Satu persen orang superkaya menguasai
hampir separuh kekayaan nasional. Pada saat yang sama, pada tahun 2022, ada 16
juta lebih warga Indonesia menurut FAO mengalami kelaparan, lalu menurut Kemenkes
ada 7 juta anak alami gizi buruk.
Demokrasi
yang menjadi sistem politik saat ini dengan filosofi vox populi, vox dei
(suara rakyat adalah suara Tuhan) justru sering melahirkan kebijakan yang
merugikan rakyat. UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU Omnibus Law Kesehatan dll
adalah produk sistem demokrasi yang jauh dari kemaslahatan rakyat dan malah
berpihak pada oligarki. Dalam demokrasi rakyat hanya dibutuhkan suaranya di
bilik suara, bukan di gedung legislatif.
Berhijrah Total
Karena itu umat saat ini wajib melakukan perubahan total:
meninggalkan segala hal yang Allah Subhanahu wa ta'ala larang menuju ketaatan total kepada-Nya.
Nabi Shallallahu alaihi wasallam. bersabda:
وَالْمُهَاجِرُ
مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Orang yang berhijrah adalah
orang yang meninggalkan segala larangan Allah (Hadist Riwayat al-Bukhari).
Untuk itu
tidak cukup sekadar hijrah secara pribadi, seperti memperbaiki ibadah dan akhlak
pribadi. Lebih dari itu umat wajib diseru untuk menjalankan syariah Islam
secara kaaffah (total). Pelaksanaan syariah Islam secara kaaffah adalah
bukti keimanan dan ketaatan total seorang hamba di hadapan Allah Subhanahu wa ta'ala. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ
لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا
يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan dalam hati mereka sesuatu keberatan apapun atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya (Terjemah Quran surat an-Nisa’ [4]: 65).
Namun demikian, pelaksaan syariah Islam
secara total tidak mungkin terlaksana tanpa institusi negara. Berbagai
kemungkaran tak akan hilang tanpa ada kekuatan hukum yang dijalankan negara. Di
sinilah umat wajib menyadari bahwa eksistensi Negara Islam atau Khilafah Islam yang
akan menerapkan aturan-aturan Allah Subhanahu wa ta'ala secara kaaffah adalah
keniscayaan dan kewajiban syariah.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. []